Opini  

Jalan Rusak Di Duga Ada Puluhan Desa Di Kabupaten Kalimantan Selatan Menjadi Ajang Banca’an Korupsi Berjama’ah

Kalimantan selatan 18 Oktober 2024,Duga’an korupsi berjama’ah terkait LPSE dan Juga Penyaluran Dana Desa Bahkan Anggaran Lain Di Kalimantan Selatan Menjadi Sorotan Tajam yang belum tersentuh hanya saja mungkin masih banyak back’up’an dari oknum tertentu utamanya dari kades dan beberapa kepala daerah juga dinas tertentu utamanya inspektorat yang tak kunjung ada penangkapan malah seakan menjadi ajang untuk alat para petinggi untuk mencari suara untuk calon wakil rakyatnya

Dibeberapa jalan desa,kabupaten,dan fasilitas yang seharus nya ada perbaikan malah terlihat dari data Dana Desa Anggaran TH.2017-2024 masih banyak jalan rusak di desa utamanya pengerasan jalan,talut,parit dan beberapa lagi bangunan sekolah,bahkan dipantai pun jalan rusak seakan tidak terawat,ada juga yang ke puskesmas,koramil,kecamatan,dan beberapa tempat keramaian lain seperti pasar malah seperti kandang babi dengan jalan rusak yang seperti sungai mati dan berlubang,

Pasal 20 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang pelaku tindak pidana korupsi:
Melakukan tindak pidana sendiri
Melakukan tindak pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain
Turut serta melakukan tindak pidana
Menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana dengan cara tertentu

Beberapa contoh tindak pidana korupsi lainnya, di antaranya:
Merugikan keuangan negara
Suap-menyuap
Penggelapan dalam jabatan
Pemerasan
Perbuatan curang
Benturan kepentingan dalam pengadaan
Gratifikasi

UU Nomor 1 Tahun 2023 mengubah beberapa acuan pasal yang sebelumnya diatur dalam UU Tipikor. Salah satu perubahannya adalah terkait pidana minimal khusus yang dinilai semakin ringan.

Pasal dalam hukum pidana yang mengatur penyalahgunaan wewenang adalah Pasal 421, 424, dan 425 KUHP.

Selain itu, penyalahgunaan wewenang juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya Pasal 17. Pasal 17 ini mengatur bahwa badan dan/atau pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang, termasuk: Melampaui wewenang, Mencampuradukkan wewenang, Bertindak sewenang-wenang.

Penyalahgunaan wewenang merupakan bentuk tindak pidana korupsi yang sifatnya luar biasa. Tindakan ini dapat terjadi ketika seseorang yang memiliki jabatan atau kekuasaan menyalahgunakannya.

Tindak Pidana Korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dalam penanganan memerlukan tekad dan USAha yang kuat dari pemerintah tidak terkecuali aparat penegak hukum. Sejalan dengan kemajuan perkembangan zaman pelaku Tindak Pidana Korupsi tidak lagi melakukan perbuatannya dengan cara – cara yang konvensional dan sederhana, tetapi saat ini sudah menggunakan cara – cara yang memanfaatkan perkembangan teknologi dan komunikasi.

Saat ini pelaku Tindak Pidana korupsi sudah berasal dari berbagai kalangan baik pegawai negeri maupun swasta bahkan penyelenggara negara, terkait dengan pelaku kejahatan ini muncul pula modus Tindak Pidana Korupsi dengan melakukan Pungutan Liar (Pungli) pada pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah.

Terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi dengan modus melakuan Pungutan Liar (Pungli) saat dilakukan upaya penegakan hukumnya dengan menerapkan ketentuan Pasal 12 huruf e Undang – Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam Undang – Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, namun dalam praktiknya dipersidangan Penuntut Umum mengalami kesulitan dalam membuktikan adanya unsur “memaksa” yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana.

Hambatan dan kesulitan yang dihadapi tersebut membuat aparat penegak hukum yang menangani kasus Tindak Pidana Korupsi dengan modus melakukan perbuatan Pungutan Liar (Pungli) harus berpikir lebih kritis untuk membuat terobosan melapis pasal – pasal baru yang dipersangkakan kepada pelaku, tidak lagi terbatas pada Pasal 12 huruf e sebagaimana tersebut di atas.

Penelitian ilmiah ini hadir untuk memberikan gambaran dan sudut pandang lain dalam upaya penegakan hukum terhadap pelaku – pelaku Tindak Pidana Korupsi dengan menggunakan modus perbuatan Pungutan Liar (Pungli) dengan mencoba membuat alternative pengenaan pasal lain diluar Pasal 12 huruf e yang saat ini masih terus diterapkan dalam menangani kasus Pungutan Liar oleh oknum Pegawai Negeri maupun Penyelenggara Negara.

Hadirnya pemikiran dari penulis untuk menggunakan ketentuan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang – Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam Undang – Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 hendaknya dipandang sebagai langkah penegakan hukum yang progresif dengan tetap berpegang pada norma undang – undang bukan dalam kerangka mencari – cari kesalahan pelaku.

Diharapkan dengan terbukanya wawasan aparat penegak hukum baik Penyidik, Penuntut Umum maupun Hakim dilembaga peradilan, membuat pembuktian dan penjeratan pelaku – pelaku Tindak Pidana Korupsi dengan modus melakukan Pungutan Liar (Pungli) kepada masyarakat dapat lebih mudah dijerat dan dijatuhkan sanksi yang setimpal dengan perbuatannya, serta dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku dan upaya pencegahan (preventif) bagi calon pelaku lainnya.

Kata kunci : Pungutan Liar, Pasal 12 huruf e, Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3, kecurangan, sogokan, tindak pidana korupsi, Penegakan Hukum Progresif.

Ridho Dewan Perwakilan Pusat Forum Reporter Junalis Republik Indonesia
(FRJRI) // Detektif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *