**Banggai** – Pada hari Jumat, 11 Oktober 2024, media ini menerima laporan dari sumber yang merupakan istri pelapor, yang juga berdomisili di Desa Dongin, Kecamatan Toili Barat, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Ia mengungkapkan adanya keanehan dalam proses pengaduan yang dilakukan suaminya di Polres Banggai, yang terkesan mengalami pembiaran.
Sumber tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28, isu yang dihadapi suaminya merupakan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Ia menegaskan, “Kami khawatir jika masalah ini tidak ditangani secara serius, kami akan disalahkan ketika semua sudah memburuk, sementara pihak penyidik tidak menunjukkan keseriusan dalam menangani kasus ini.”
Selanjutnya, awak media melakukan konfirmasi kepada Kapolres Banggai melalui pesan WhatsApp. Dalam tanggapannya, Kapolres mengungkapkan, “Waalaikum salam, sudah saya sampaikan ke penyidik untuk menjelaskan ke Pak Roby. Kedepan bisa konfirmasi langsung ke penyidik, ya Pak.” Tanggapan ini menunjukkan adanya komunikasi, tetapi masih menimbulkan tanda tanya mengenai langkah konkret yang diambil oleh pihak kepolisian.
Lebih lanjut, media ini juga mendapatkan informasi dari salah satu penyidik melalui WhatsApp, yang menyatakan bahwa PLT Kades Dongin telah dipanggil untuk pemeriksaan lebih lanjut. Namun, oknum tersebut saat ini berada di Pulau Jawa karena cuti dan baru bisa kembali pada tanggal 22. “Nanti Tanggal 22 baru bisa,” ucapnya.
Lambannya penanganan kasus ini menimbulkan kekecewaan mendalam dari pihak pelapor. Mereka merasa bahwa ada pembiaran yang disengaja dalam menyelesaikan isu yang sangat sensitif ini, mengingat masalah ini menyangkut harkat dan martabat salah satu putra Saluan. Dugaan pelanggaran ini melibatkan oknum PLT Kades Dongin yang juga merupakan eks transmigrasi. “Seharusnya pihak Aparat Penegak Hukum (APH) di Banggai bersikap serius terhadap kasus ini. Jangan sampai kami disalahkan jika semua sudah semakin rumit, padahal kami telah melakukan upaya koordinasi dengan Polres Banggai,” tegasnya.
Kondisi ini menimbulkan kesan bahwa terjadi krisis keadilan di Banggai. Semua pihak terkait yang telah dihubungi tampak bisu tanpa memberikan tanggapan atau tindakan nyata. Hal ini semakin memperburuk persepsi bahwa Polres Banggai lamban dalam menindaklanjuti persoalan ini. Oleh karena itu, pihak pelapor berharap agar Komnas HAM dapat turun langsung untuk meninjau dan menangani dugaan pelanggaran HAM yang terjadi.
Dengan situasi yang semakin memprihatinkan ini, diharapkan adanya perhatian dari pihak berwenang agar keadilan dapat ditegakkan dan masyarakat tidak merasa terpinggirkan oleh tindakan yang tidak memadai dari aparat penegak hukum.
**LP. Red/tim**