Probolinggo — Dunia jurnalistik kembali mendapat tantangan dari sikap arogan yang diduga dilakukan oleh seorang oknum Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kabupaten Probolinggo. Tindakan sepihak berupa pengeluaran seorang jurnalis dari grup WhatsApp komunitas menjadi sorotan publik, khususnya di kalangan pekerja media.
Kejadian ini menimpa Syaiyadi, jurnalis aktif dari Berita Harian Indonesia, yang kerap membagikan tautan berita-berita hasil liputannya di grup tersebut. Namun secara tiba-tiba, ia mendapati dirinya dikeluarkan dari grup oleh admin yang tak lain diduga merupakan Ketua salah satu LSM ternama di wilayah tersebut.
“Ketika saya tanya kenapa saya dikeluarkan, jawabannya hanya singkat dan tidak etis: ‘Gak penting. Bikin grup sendiri aja,’” ungkap Syaiyadi saat dimintai keterangan, Selasa (17/06/2025).
Ia menilai tindakan tersebut sebagai bentuk ketidaksiapan terhadap kritik serta mencederai nilai-nilai kebebasan pers. “Grup itu adalah ruang publik digital, bukan milik pribadi. Tidak seharusnya ada tindakan sewenang-wenang hanya karena tidak suka dengan isi pemberitaan,” ujarnya.
Syaiyadi menambahkan bahwa sebagai jurnalis, dirinya hanya menjalankan tugas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ia menekankan bahwa hak publik untuk memperoleh informasi tidak boleh dipersempit oleh kepentingan pribadi atau lembaga.
“Kalau merasa keberatan dengan isi berita, silakan gunakan hak jawab atau klarifikasi. Bukan membungkam, apalagi menyingkirkan jurnalis dari forum komunikasi publik,” lanjutnya.
Reaksi atas insiden ini bermunculan dari rekan-rekan seprofesi. Beberapa jurnalis lokal menyayangkan tindakan oknum LSM tersebut, yang dinilai mencerminkan sikap antikritik dan tidak mendukung transparansi serta kebebasan berpendapat.
“LSM seharusnya menjadi pilar pengawasan dan penguatan nilai-nilai demokrasi, bukan justru menjadi bagian dari pembungkaman informasi,” kata salah satu jurnalis senior di Probolinggo yang enggan disebut namanya.
Sementara itu, hingga berita ini ditulis, belum ada klarifikasi resmi dari pihak oknum LSM terkait motif pengeluaran jurnalis tersebut dari grup. Publik pun menanti apakah akan ada permintaan maaf atau pernyataan lanjutan dari pihak yang bersangkutan.
Insiden ini kembali mengingatkan pentingnya menjaga ruang-ruang diskusi publik dari dominasi sepihak dan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, keterbukaan, serta penghormatan terhadap profesi jurnalistik.
Catatan Redaksi:
Redaksi mengingatkan bahwa ruang komunikasi publik, baik di dunia nyata maupun digital, sepatutnya dijaga untuk menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan menyampaikan informasi. Pengeluaran jurnalis dari ruang diskusi hanya karena pemberitaan yang dianggap tidak menguntungkan bukanlah solusi dalam negara demokratis. Kami juga membuka ruang klarifikasi atau hak jawab bagi pihak-pihak yang disebut dalam pemberitaan ini sesuai dengan amanat UU Pers No. 40 Tahun 1999. (Tim/Red/**)