Probolinggo — Empat bulan sudah berlalu sejak kasus dugaan penebangan liar di kawasan Gunung Bentar, Kabupaten Probolinggo, mencuat ke publik. Namun hingga Rabu (5/11/2025), proses hukum yang ditangani Polres Probolinggo itu belum juga menunjukkan tanda-tanda kemajuan berarti.
Pelaku yang semestinya ditetapkan tersangka, justru dikabarkan masih bebas berkeliaran.
Kasus yang mulai diselidiki sejak 22 Juli 2025 ini seolah kehilangan arah. Gelar perkara yang dijanjikan tak kunjung dilaksanakan, sementara barang bukti kayu hasil tebangan ilegal dikabarkan telah diamankan sejak lama. Publik pun mulai bertanya-tanya: ada apa dengan Polres Probolinggo?
LSM PASKAL Curiga Ada Oknum Bermain di Balik Kasus
Ketua LSM PASKAL, Sulaiman, menjadi salah satu pihak yang paling vokal menyoroti lambannya penanganan kasus ini. Ia menduga, ada kekuatan tersembunyi yang berusaha mengaburkan jalannya proses hukum.
“Kasus ini sudah lama, tapi kenapa belum juga ada kejelasan? Saya menduga ada oknum yang bermain di balik penanganan kasus ini. Kalau yang menebang itu rakyat kecil, pasti sudah ditahan di Rutan Kraksaan,” ujarnya tajam saat diwawancarai media ini, Rabu (5/11/2025).
Menurut Sulaiman, publik berhak mengetahui sejauh mana proses hukum berjalan. Ia menilai ada indikasi kuat bahwa kasus ini dilambat-lambatkan secara sistematis agar perlahan tenggelam dan dilupakan masyarakat.
“Pelaku masih bebas berkeliaran, belum ada penetapan status hukum. Kami khawatir kasus ini sengaja dibiarkan sampai publik bosan, lalu hilang begitu saja,” lanjutnya.
Perhutani Akui Belum Ada Update dari Polres
Media ini mencoba menelusuri ke pihak Perhutani, yang menjadi mitra penting dalam pengawasan kawasan hutan di Gunung Bentar. Hendra, Kepala Sub Seksi (KSS) Perhutani setempat, mengaku belum mendapat perkembangan baru dari Polres Probolinggo.
“Terakhir saya belum update, Mas. Rencananya memang mau digelar (gelar perkara), tapi sampai sekarang belum ada kabar lagi dari Polres. Kami akan berkoordinasi lebih intens supaya bisa saling melengkapi kendala yang ada,” kata Hendra melalui pesan WhatsApp.
Pernyataan Hendra mengonfirmasi dugaan bahwa koordinasi antarinstansi masih lemah. Padahal, kasus penebangan liar ini berkaitan langsung dengan kerusakan hutan negara dan potensi kerugian ekologi maupun ekonomi yang cukup besar.
Tipidter Polres Alasan “Gelar Ditunda” karena Sertijab
Dari sisi kepolisian, Unit Tipidter (Tindak Pidana Tertentu) Polres Probolinggo memberikan tanggapan terbatas. Saat dikonfirmasi, pihak Tipidter menyebut gelar perkara belum bisa dilakukan karena adanya kegiatan internal, yakni kunjungan dan persiapan Serah Terima Jabatan (Sertijab) Kasat Reskrim.
“Mohon waktu, Mas. Kemarin belum jadi gelar perkara karena peserta ada kegiatan kunjungan dan persiapan Sertijab,” ujar Kanit Tipidter melalui pesan singkat.
Namun ketika ditanya lebih lanjut mengenai kapan gelar perkara akan dijadwalkan kembali, tidak ada jawaban pasti, meski pesan konfirmasi media ini telah dibaca.
Sementara masyarakat, lewat berbagai kanal media sosial, mulai mempertanyakan keseriusan aparat penegak hukum.
“Kita hanya ingin tahu tindak lanjut kasus ini, kok terkesan ditunda terus. Padahal pelaku masih bebas,” tanya media ini dalam percakapan lanjutan.
Pihak Tipidter menjawab singkat,
“Kami terbuka kok. Kalau ada kendala, pasti kami sampaikan.”
Namun hingga berita ini ditayangkan, Polres Probolinggo belum merilis keterangan resmi maupun hasil gelar perkara sebagaimana dijanjikan.
Analisis: Indikasi “Delay Justice” dalam Kasus Lingkungan
Pakar hukum lingkungan dari Universitas Brawijaya, menilai lambannya penanganan kasus seperti ini merupakan bentuk delay justice — keadilan yang ditunda hingga kehilangan makna.
“Ketika kasus berjalan lama tanpa kejelasan, apalagi pelaku masih bebas, maka publik berhak menilai adanya ketidakseriusan dalam penegakan hukum. Apalagi ini terkait hutan negara, seharusnya penanganannya cepat dan transparan,” jelasnya saat dimintai tanggapan secara terpisah.
Ia menegaskan bahwa pelambatan kasus lingkungan berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum, sekaligus membuka celah bagi praktik transaksional atau intervensi kepentingan.
Publik Mendesak Transparansi dan Kepastian
Kasus Gunung Bentar kini menjadi cermin kecil dari problem klasik penegakan hukum di daerah: ketimpangan perlakuan hukum antara rakyat kecil dan pihak yang memiliki pengaruh atau uang.
Sulaiman dari PASKAL menegaskan, pihaknya akan terus memantau kasus ini dan siap menggelar aksi publik jika tidak ada perkembangan berarti dalam waktu dekat.
“Kami tidak akan diam. Kami akan kawal terus, agar kasus ini tidak menguap begitu saja,” tegasnya.
Hingga kini, publik masih menunggu langkah tegas dari Polres Probolinggo. Apakah kasus ini akan benar-benar dituntaskan secara hukum — atau perlahan tenggelam seperti banyak kasus lain yang hilang dalam gelapnya sistem penegakan hukum daerah?
Sumber: Edi D
Pewarta: Tim/Red/**
Probolinggo | 5 November 2025
