Banggai – Kasus dugaan korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) yang melibatkan Kepala Desa Nipa Kalemoa, Kecamatan Bualemo, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, semakin menjadi sorotan publik. Bahkan, kasus ini viral hingga ke Jember, Jawa Timur, setelah seorang warga setempat mempertanyakan perkembangan kasus ini kepada media Patrolihukum.net pada Kamis, 27 Februari 2025.
Dalam sebuah pesan yang dikirim melalui WhatsApp, seorang warga berinisial SJ asal Jember menanyakan tindak lanjut dugaan korupsi tersebut. “Min, gimana kasus Kades Kalemoa ini, ada kelanjutannya nggak? Saya dikirimi link berita ini sama saudara saya, jadi penasaran, apakah kasus ini benar-benar diproses atau bagaimana kelanjutannya? Kalau benar yang dimaksud adalah Kades Nipa Kalemoa yang orang Bali, berarti itu memang Kades kami. Semoga kalau benar-benar terjadi segera ditindak, karena keluarga saya banyak yang kena imbasnya gara-gara dana yang nggak transparan,” tulisnya.
Kasus ini bermula dari kecurigaan sejumlah warga terhadap penggunaan anggaran desa tahun 2023 untuk pengadaan alat bantu tanam jagung. Dari total anggaran sebesar Rp119.982.800, realisasi yang terungkap hanya berupa pembelian 30 unit alat bantu tanam jagung dengan harga satuan Rp2.165.000. Jika dikalikan, total belanja hanya mencapai Rp64.950.000, sehingga menyisakan dana Rp55.032.800 yang dipertanyakan penggunaannya.
Ketika dikonfirmasi oleh awak media melalui telepon, Kades Nipa Kalemoa mengklaim bahwa harga per unit alat sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Namun, saat dikonfirmasi kembali, sang Kades justru mengajak bertemu langsung di kantor desa tanpa memberikan jawaban yang jelas.
Sikap Kades yang terkesan menghindar semakin memperkuat dugaan adanya penyelewengan dana desa. Salah satu sumber menyatakan bahwa ada indikasi uang rakyat digunakan untuk kepentingan pribadi, tanpa memperhatikan manfaat bagi masyarakat.
Warga dan berbagai pihak berharap Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Tim Tipikor Polres Banggai, segera turun tangan untuk mengusut kasus ini. Mereka mendesak agar proses hukum berjalan transparan dan tidak ada upaya perlindungan terhadap pihak yang terlibat.
“Kalau memang terbukti, jangan hanya diminta mengembalikan uangnya, langsung saja penjarakan! Karena kalau hanya mengembalikan, tidak ada efek jera bagi para koruptor,” tegas seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini menjadi bukti bahwa pengawasan terhadap penggunaan dana desa masih sangat diperlukan. Masyarakat berharap agar pemerintah daerah dan APH lebih aktif dalam menindaklanjuti dugaan korupsi semacam ini demi menjaga kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan desa.
Lp. Red/Tim/**