Lumajang — Kisah memilukan datang dari seorang perempuan muda asal Desa Bodang, Kecamatan Padang, Kabupaten Lumajang, bernama **Puri Retno M**. Dalam kondisi hamil, ia mengaku harus menanggung sendiri hampir seluruh kebutuhan hidup, biaya kontrol kandungan, hingga biaya persalinan, karena merasa ditelantarkan oleh suaminya, **Hyang Bagus M**, warga Kunir Lor, Kecamatan Kunir, Lumajang.
Rumah tangga keduanya yang dibina sejak Desember 2024 itu kini harus berakhir dengan gugatan cerai yang diajukan sang suami tepat ketika Puri sedang mengandung. Kepada media ini, Puri menceritakan seluruh perjalanan pahit rumah tangganya, mulai dari seringnya sang suami tidak pulang, alasan sakit yang tidak jelas, hingga dirinya yang harus berjuang sendiri saat menghadapi persalinan.
Setelah menikah, Puri memilih tinggal bersama orang tuanya di Bodang. Namun, sejak saat itu pula, sang suami jarang pulang. Setiap ditanya alasan ketidakhadirannya, Hyang Bagus menyebut dirinya sakit atau merasa capek perjalanan kunir–bodang.
“Semestinya kalau sakit ya pulang ke rumah istri, bukan malah balik ke rumah orang tuanya,” ujar Puri lirih.
Demi mempertahankan rumah tangganya, Puri bahkan berinisiatif mengontrak rumah sendiri meski harus memakai uang pribadi. Namun upaya itu tetap tak membuahkan hasil. Puri mengaku hanya beberapa minggu tinggal serumah dengan suaminya sebelum sang suami kembali jarang pulang.
Dalam kondisi mengandung, Puri merasa harus menanggung seluruh kebutuhan secara mandiri. Kontrol kandungan, kebutuhan harian, hingga biaya tingkepan tujuh bulan semua ditanggung dirinya dan keluarga.
“Waktu itu Saya hamil, tapi suami tidak ada. Semua biaya ditanggung ayah saya karena ibu saya sudah meninggal dunia sebelum saya menikah,” ungkapnya.
Biaya persalinan pun dibayar oleh orang tuanya. Puri melahirkan putrinya dengan kondisi sangat lemah, sementara suami datang sebentar setelah bayi dimandikan, kemudian pergi.
“Dia cuma lihat, lalu pamit. Hanya chat minta maaf tidak bisa menemani lama,” kata Puri.
Menjelang persalinan, Puri mengaku nomor teleponnya diblokir oleh suami sehingga ia tak dapat mengabarkan kondisi kritisnya.
Pada saat proses persalinan di Klinik Edison, Puri hanya ditemani ayah dan keluarga besarnya. Ia menilai tindakan suaminya merupakan bentuk nyata penelantaran.
Perasaan kecewa dan tertekan membuat Puri akhirnya melapor ke **SPKT Polres Lumajang pada 1 November 2025**, sebagaimana tertulis dalam **Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STTLPM/310/XI/2025/SPKT/POLRES LUMAJANG**.
Dalam laporannya, Puri menyampaikan dugaan **tindak pidana penelantaran dalam rumah tangga** yang dilakukan Hyang Bagus. Ia mengaku tidak dinafkahi sejak pisah ranjang pada pertengahan Mei, hingga melahirkan.
Puri juga menyampaikan bahwa seluruh biaya hidup dan proses persalinan, termasuk biaya kontrakan, tingkepan, dan pemeriksaan kandungan, ditanggung dirinya dan keluarganya.
Ironisnya, pada Senin (8/12/2025), sang suami justru melaporkan balik Puri ke SPKT Polres Lumajang dengan dugaan **laporan palsu (Pasal 220 KUHP)** dan **pencemaran nama baik (Pasal 310/433 UU ITE)**.
Menanggapi hal itu, kuasa hukum Puri, **Muhammad Ilyas, S.H., M.Si.**, menegaskan bahwa laporan balik merupakan hak terlapor, tetapi proses hukum akan menentukan kebenarannya.
“Silakan saja itu hak dia. Tapi semua akan dibuktikan. Kasus ini sudah ditangani Unit PPA Polres Lumajang dan saya yakin mereka bekerja profesional,” ucap Ilyas, Jumat (12/12/2025).
Ia juga meluruskan pemberitaan salah satu media yang menulis laporan Puri dilakukan pada 3 November.
“Klien kami melapor tanggal 1 November 2025. Dan ketika melapor, ikrar talak belum dilakukan. Artinya Puri masih istri sah dan berhak mendapatkan nafkah,” tegasnya.
Hal lain yang membuat Puri terpukul adalah saat dirinya baru saja melahirkan dalam kondisi masih lemah, namun didatangi petugas dari Pengadilan Agama untuk menandatangani surat panggilan ikrar talak yang dijadwalkan pada 11 November 2025.
“Saya masih sakit, jalan saja harus dibantu. Kok saya dipaksa hadir sidang ikrar talak? Rasanya seperti tidak dihargai sebagai manusia,” ujar Puri.
Kini, laporan Puri telah masuk ke tahap penanganan lebih lanjut di Unit PPA Polres Lumajang. Ia berharap proses hukum berjalan objektif dan membawa keadilan bagi dirinya dan anaknya.
“Saya hanya ingin hak saya sebagai istri dan ibu dari anaknya dipenuhi. Saya tidak ingin perempuan lain mengalami seperti saya,” tutup Puri dengan suara bergetar. **Tim/Red**
