Probolinggo, Jatim — Senin (11/11/24) — Ketika video yang menunjukkan tindakan oknum perangkat desa berpihak pada salah satu calon dalam Pemilihan Bupati Probolinggo 2024 viral di media sosial, Ketua LSM Paskal Probolinggo, Sulaiman, segera angkat bicara. Ia menyayangkan keras tindakan provokatif yang ditunjukkan oleh oknum perangkat desa tersebut. Sulaiman menegaskan bahwa perangkat desa seharusnya bersikap netral dan tidak boleh terlibat dalam praktik politik praktis yang merusak integritas pemilu.
“Sikap ini sangat disayangkan. Perangkat desa harus bersikap netral dan tidak boleh condong ke salah satu calon,” tegas Sulaiman saat diwawancarai. Menurutnya, tindakan seperti ini hanya akan merusak citra demokrasi dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin desa, yang seharusnya berperan sebagai fasilitator demokrasi yang adil.
Video yang viral di TikTok melalui akun @kdssueb237 menampilkan seorang perangkat desa dari Desa Wonorejo, Kecamatan Wonomerto, Kabupaten Probolinggo, yang diduga menjadi provokator dalam kontestasi Pilbup Probolinggo 2024. Dalam video berdurasi singkat tersebut, oknum perangkat desa ini terang-terangan mengarahkan warga untuk memilih pasangan calon bupati tertentu dengan alasan yang cukup kontroversial.
“Ayok, tidak usah rame-rame, tidak usah berteriak. Diam-diam saja, yang dikasih uang harus coblos,” ujar oknum perangkat desa tersebut dengan nada yang santai namun menyiratkan makna tersirat yang mengarah pada politik uang.
Lebih lanjut, ia juga mengungkapkan pandangannya yang mengejutkan terkait kompetisi politik, menyatakan bahwa calon yang tidak memberikan uang sebaiknya tidak ikut dalam pilkada. Bahkan, ia menyarankan agar warga yang tidak ingin memilih lebih baik melanjutkan pekerjaannya daripada memberikan suaranya dalam Pilbup.
“Kalau kerja mengumpulkan cabai sekarang dibayar Rp50 ribu, mulai jam 8 pagi sampai jam 11. Kalau nggak ada uang mendingan kerja mengumpulkan cabai,” lanjutnya, seolah-olah meremehkan hak pilih warga.
Oknum perangkat desa ini juga menginstruksikan warga untuk memilih pasangan calon nomor 1, Zulmi-Rasit, yang menambah kontroversi dalam video tersebut. Perkataan yang terkesan polos dan tidak serius ini menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat terkait netralitas perangkat desa dalam proses demokrasi.
Reaksi masyarakat pun beragam. Sebagian merasa kecewa dengan sikap perangkat desa tersebut, menganggapnya sebagai bentuk manipulasi suara yang sangat merugikan demokrasi. Beberapa lainnya menilai bahwa kejadian ini merupakan realita pahit yang terjadi dalam politik lokal, yang mungkin tak bisa dihindari dalam situasi Pilkada.
“Harus ada tindakan tegas dari pemerintah untuk menindak oknum perangkat desa yang terlibat dalam politik praktis seperti ini. Pilkada seharusnya menjadi ajang untuk memilih pemimpin yang mewakili aspirasi rakyat, bukan ajang manipulasi demi keuntungan sepihak,” ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Kejadian ini juga memberikan peringatan penting tentang perlunya menjaga independensi dan netralitas dalam setiap tahapan demokrasi, terutama bagi para perangkat desa yang seharusnya menjalankan tugas sebagai abdi negara dan penengah dalam masyarakat.
Pemerintah dan penyelenggara Pilkada diharapkan dapat segera menindaklanjuti kasus ini agar tidak merusak integritas dan kredibilitas pemilu yang merupakan sarana untuk memilih pemimpin terbaik bagi daerah. Tindakan oknum perangkat desa ini semoga menjadi cermin bagi semua pihak untuk selalu menjaga independensi dalam berpolitik dan menjalankan demokrasi yang sehat.
(Tim/Red/**)