JAKARTA, 25 November 2024 – Kejaksaan Agung RI dengan tegas membantah tuduhan plagiat dan sumpah palsu yang dilayangkan oleh kuasa hukum Pemohon dalam sidang praperadilan terkait kasus impor gula dengan tersangka TTL.
Tuduhan tersebut, yang menyasar pendapat tertulis dua ahli hukum pidana, Prof. Hibnu Nugroho dan Taufik Rahman, Ph.D., dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Menurut Dr. Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, pendapat tertulis yang diajukan kedua ahli bukanlah alat bukti surat sebagaimana diatur dalam KUHAP. “Pendapat ini hanya berfungsi sebagai pointer untuk merangkum poin-poin penting sesuai arahan Hakim guna mendukung efisiensi persidangan,” tegasnya.
Perbedaan Substansi dalam Pendapat Tertulis
Kejaksaan Agung menyoroti bahwa meskipun terdapat kesamaan pandangan dalam beberapa aspek hukum, pendapat tertulis kedua ahli berbeda secara substansi.
Prof. Hibnu Nugroho menyampaikan sembilan pokok persoalan dalam dokumen sepanjang lima halaman, sedangkan Taufik Rahman memaparkan 18 pokok persoalan dalam tujuh halaman.
“Kesamaan pandangan yang muncul mencerminkan konsistensi interpretasi hukum terhadap isu-isu yang dibahas, bukan indikasi plagiat,” jelas Harli.
Sebagai contoh, kedua ahli merujuk pada dasar hukum penetapan tersangka yang mengacu pada PERMA Nomor 4 Tahun 2016 dan Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014.
Nilai Hukum Terletak pada Keterangan Langsung di Persidangan
Dalam persidangan, nilai hukum dari keterangan ahli terletak pada pernyataan yang disampaikan langsung di hadapan Hakim, bukan pada dokumen tertulis. Hal ini sesuai dengan Pasal 186 KUHAP. Kedua ahli, yakni Prof. Hibnu Nugroho dan Taufik Rahman, telah hadir memberikan keterangan langsung di persidangan.
“Pointer tertulis hanya referensi bagi Hakim, tidak digunakan sebagai alat bukti surat. Hakim juga telah menegaskan hal tersebut dalam persidangan,” tambah Harli.
Pendapat Ahli di Persidangan
Dalam sidang praperadilan ini, Kejaksaan Agung menghadirkan lima ahli untuk memberikan keterangan, yaitu:
1. Prof. Hibnu Nugroho (Ahli Hukum Pidana).
2. Taufik Rahman, Ph.D. (Ahli Hukum Pidana).
3. Dr. Ahmad Redi (Ahli Hukum Administrasi Negara).
4. Evenry Sihombing (Auditor pada BPKP).
5. Prof. Agus Surono (Ahli Hukum Pidana), yang menyampaikan pendapat secara tertulis karena berhalangan hadir langsung.
“Pada dasarnya, ahli tidak wajib memberikan keterangan tertulis. Namun, untuk efisiensi, Hakim meminta pointer keterangan ahli disiapkan oleh Pemohon dan Termohon,” ujar Harli.
Tuduhan Plagiat Tidak Berdasar
Kejaksaan Agung menilai tuduhan plagiat yang diajukan kuasa hukum Pemohon sebagai upaya yang keliru dalam memahami proses hukum dan peran ahli di persidangan. Harli menegaskan bahwa semua pendapat ahli telah disampaikan secara profesional sesuai dengan keahlian masing-masing.
“Kesamaan pandangan dalam interpretasi hukum tidak dapat disamakan dengan plagiat. Ini mencerminkan keseragaman pemahaman hukum yang berlaku,” ungkapnya.
Komitmen Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung RI tetap berkomitmen menjalankan tugas dengan profesionalisme dan menjunjung tinggi asas keadilan. Tuduhan yang dilayangkan kuasa hukum Pemohon tidak akan mengganggu proses hukum yang tengah berlangsung.
“Melalui penjelasan ini, kami berharap publik dapat memahami bahwa tuduhan plagiat ini tidak berdasar dan tidak memengaruhi integritas proses hukum yang sedang berjalan,” tutup Harli.
Kesimpulan:
Tuduhan plagiat terhadap pendapat tertulis para ahli hukum dalam sidang praperadilan TTL telah dibantah oleh Kejaksaan Agung. Dengan penjelasan ini, diharapkan masyarakat tidak terpengaruh oleh informasi yang keliru terkait proses hukum yang sedang berlangsung.
Kejaksaan Agung terus berkomitmen menjaga transparansi dan keadilan dalam setiap perkara hukum.
M. Ridho
Sumber :
Kejaksaan Agung RI, Siaran Pers Nomor: PR-992/078/K.3/Kph.3/11/2024